Cerita If this Was A Movie Capter 1
If
This Was a Movie chapter 1
Hai! gue
tau gue ngelanggar janji gue sendiri buat enggak blogging. Tapi ide gue numpuk
banget setelah denger lagu If This Was A Movie berulang ulang kali. Oke, tanpa
banyak basa basi, gue kasih Fan Fiction bikinan gue, spesial buat Maddi Jane : penyanyi cover-an youtube
yang suaranya.... Masya Allah, bagus banget! Sama buat Diva yang hari ini ulang tahun! Selamat membaca
:-)
***

Grey, kamu dimana? Cepat datang. Aku
tidak mau tahu.
Maddi dengan cepat mengetik nama
Greyson Chance dan langsung mengirimkan pesan singkatnya. Maddi
menggeleng lalu tertawa kecil. Bodoh,
kenapa aku harus menunggu Grey? Dia pasti tidak akan datang. Batin Maddi
berbicara.
“Maddi, ayo masuk! Acaranya sudah
mau dimulai!” seru Adam dari pintu Aula. Maddi hanya tersenyum lalu
memberi isyarat untuk masuk duluan. Adam menggeleng lalu berbalik dan
menghilang di balik kerumunan orang.
Dua puluh enam menit Maddi menunggu
Grey dan tidak ada tanda tanda Grey akan datang. Maddi sudah tahu usahanya
menunggu Grey akan sia sia, Grey sudah bilang tidak berjanji akan datang. Tapi
dia mau Grey datang, dia mau Grey melihatnya bernyanyi malam ini.
Maddi masih gelisah, kegelisahannya
malah membuatnya gemetaran. Maddi selalu begini setiap hal yang berhubungan
dengan Grey. Grey Grey Grey, nama itu terus menggema di kepalanya.
“Percuma Maddi, Grey tidak akan
datang…..” kata Maddi lirih sambil berbalik dan berjalan memasuki area
sekolahnya. Maddi tak sengaja meneteskan air matanya, dengan cepat ia
menghapusnya. Tiba-tiba saja iPhone-nya bergetar. Ia melihatnya sekilas lalu
berjalan lagi, tidak ke arah Aula, melainkan ke taman.
iPhone-nya bergetar lagi ketika
Maddi duduk di kursi taman. Maddi meliriknya lalu menaruhnya di kursi. Ia
menatap bintang yang ada di langit, air matanya menetes lagi, lagi dan lagi.
Tapi kali ini Maddi tidak menghapusnya sama sekali. iPhone-nya lagi lagi
bergetar, tapi kali ini Maddi tidak meliriknya.
“Last night heard my own heart beating, sounded like footsteps on my
stairs. Six months gone, I’m still reaching….” alunan merdu Maddi
berhenti ketika iPhone-nya bergetar lagi. Getaran untuk keempat kalinya dengan
empat pesan pendek dari orang yang sama. Orang yang sejak tadi Maddi tunggu,
Greyson Chance. Pesan pertama :
Maddi, aku tidak tau bisa pergi atau
tidak. Maaf.
Maddi terisak lagi. Harapannya benar
benar musnah. Grey tidak akan datang.
Kata Maddi dalam hati sambil membuka pesan yang kedua :
Maddi,
jangan marah. Aku akan berusaha untuk pergi, tapi aku tidak bisa berjanji.
Maaf.
Aku sama
sekali tidak butuh janji, aku hanya butuh kau, Grey.. Kata Maddi dalam hati. Ia terdiam, menghapus air matanya
lalu menarik nafas. Ia berfikir, penantiannya dan air mata yang jatuh, semuanya
sia-sia. Sudah jelas Grey tidak akan datang. Ia membuka pesan ketiga Grey :
Maddi, balas pesanku. Jangan marah
padaku. Maafkan aku.
Maddi menggeleng. Ia rasa semuanya
sudah berakhir. Penantiannya, usahanya, semuanya benar benar sia-sia. Grey
jelas jelas sudah lupa padanya. Grey jelas jelas tidak akan datang malam ini. Grey tidak akan ada, jadi untuk apa aku
tetap berada disini?
Maddi beranjak dari duduknya, ia
muak. Enam bulan sudah ia mempersiapkan semuanya, gaun ini, lagu ini, semuanya…
Ia ingin Grey tahu perasaannya yang sebenarnya. Maddi bukan tipikal orang yang
suka pergi malam malam, tapi demi Grey, ia mau pergi ke acara Prom Night malam
ini.
Maddi meraih iPhone-nya lalu
berjalan menuju pintu gerbang. Ia merasa semuanya sia-sia. Grey mungkin sudah
menemukan cewek lain, yang punya hari Prom Night yang sama dengan sekolahnya,
jadi dia harus menemani kekasih barunya. Bukan datang ke Prom Night sekolahnya.
Atau mungkin, Grey sudah muak pada
Maddi karena setelah mereka putus, Maddi masih sering menghubunginya? Ia
meremas iPhone-nya, otaknya ingin sekali membaca pesan terakhir dari Grey, tapi
hatinya tidak siap untuk merasa lebih sakit lagi. Langkah Maddi semakin cepat,
dari tadinya berjalan lunglai sekarang seperti berlari. Maddi ingin lari dari
semuanya, ia ingin sekali memutar waktu, kembali ke masa masa dimana ia masih
bersama Grey. Dimana dia bisa bercanda bersama Grey. Tapi dia sadar, hidup
bukan sebuah film yang bisa diputar ulang. But if life is a movie, maybe Grey would be here for Maddi?
To Be
Continued...
Komentar
Posting Komentar